Sistem JakOne Mobile Mengalami Gangguan, Anggota DPRD DKI Kenneth Minta Perombakan Tim IT Bank DKI


koran.my.id, JAKARTA

– Gubernur Provinsi Ibu Kota Jakarta, Pramono Anung Wibowo telah memberhentikan sementara Direktur Informasi Teknologi dan Operasional Bank DKI, Amirul Wicaksono setelah terjadi gangguan pada layanan digital JakOne Mobile yang berlangsung sejak hari Sabtu tanggal 29 Maret 2025.

Pramono Anung mengkomunikasikan hal tersebut ketika melakukan rapat terbatas bersama Direksi Bank DKI di Balai Kota Jakarta, pada hari Selasa tanggal 8 April tahun 2025.

Pada situasi ini, Pramono Anung juga tidak ragu untuk mengajukan kasus tersebut kepada Bareskrim Mabes Polri supaya pelaksanaan aturan terus berlanjut.

Merespon masalah itu, Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan, Hardiyanto Kenneth menyatakan penghargaannya atas sikap tegas yang ditunjukkan oleh Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Wibowo terkait penyelesaian kasus Bank DKI. Langkah ini dinilai dapat memulihkan lagi keyakinan masyarakat pada Bank DKI.

“Saya sungguh mengapresiasi keputusan Gubernur Mas Pram yang menunjuk langsung Direktur IT Bank DKI Amirul Wicaksono. Namun, hal tersebut belum cukup; dia juga harus melakukan pembersihan dengan mereformasi sepenuhnya Divisi Teknologi dan Operasional mereka. Selain itu, agar Direktur Utama Bank DKI Agus Haryoto dapat mencari seorang pengganti yang kompeten dan sigap, karena masalah pada sistem bank ini amatlah peka,” ungkap Kenneth dalam rilis resminya, Rabu (9/4/2025).

Yang biasa dipanggil Bang Kent mengatakan bahwa masalah pada sistem Bank DKI yang terjadi cukup lama ini, mencerminkan kelemahan dalam sistem inti perbankannya serta kurangnya dukungan infrastruktur TI di Bank DKI. Sebenarnya, Bank DKI baru-baru ini menerima pengakuan atas prestasinya dengan memenangkan Penghargaan Top Digital Corporate Brand Award 2025 untuk kategori Perbankan dan BUMD dalam acara ‘7th Top Digital Corporate Brand Award 2025’.

Menurut anggota komisi C DPRD DKI Jakarta tersebut, sistem teknologi yang diterapkan oleh Bank DKI sekarang dianggap kurang maju, sulit untuk dikembangkan lebih lanjut, serta belum dilengkapi dengan mekanisme cadangan yang handal. Jika fasilitas TI mereka benar-benar baik, mengapa masih ada masalah gangguan yang berlangsung cukup lama dan akhirnya merugikan para nasabah?

Menurut Kent, industri perbankan sangat mengandalkan infrastruktur teknologi yang kompleks. Apabila terjadi kendala pada bagian-bagian ini—misalnya kerusakan pada server, putusnya kabel jaringan, atau gangguan di pusat data—itu semua dapat memicu kesalahan yang bertahan lama.

“Berdasarkan penampilannya, Bank DKI tampak belum siap menangani ancaman besar seperti itu; mereka harus memiliki mekanisme pengelolaan risiko guna merancang strategi pemulihan dari bencana (disaster recovery) serta rencana kelangsungan bisnis (business continuity planning/BKP). Lebih jauh lagi, insiden ini muncul di saat musim mudik lebaran Ramadhan ketika aktivitas keuangan meningkat drastis, oleh karena itu staf TI Bank DKI mestilah berusaha ekstra keras untuk mencari solusi cepat atas persoalan ini,” ungkap Ketua IKAL (Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas RI) PPRA Angkatan LXII tersebut.

Kendala dalam pelayanan Bank DKI tersebut, sebut Kent, merupakan momen penting untuk dievaluasi oleh Bank DKI sehingga mereka tidak hanya berfokus pada pencapaian pengakuan saja, melainkan harus sungguh-sungguh mengembangkan sistem layanan digital yang handal.

“Bank DKI perlu meningkatkan tingkat pertanggung jawaban mereka, terutama dengan memperbaiki audit pada sistem teknologi informasi serta merevisi metode komunikasi dengan para nasabah. Harapannya hal tersebut tidak menyebabkan situasi di mana banyak nasabah Bank DKI beralih ke bank lain karena penarikan dana massal; ini bisa merusak reputasi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Bpk. Gubernur Prammono Anung Wibowo. Pertanyaan pun timbul: bagaimana Kota Jakarta dapat bersaing secara global jika kemampuan bank lokal belum sebanding?” tambahnya.

Di samping itu, Kent juga menuntut kewajiban dari Bank DKI mengenai masalah para pemegang rekening di Bank DKI yang melakukan pembayaran dengan sistem Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS). Akan tetapi, ketika mereka mencoba memindai kode QR tersebut, transaksi tidak segera sukses. Meskipun demikian, saldo mereka berkurang.

“Kemarin terjadi insiden dimana seorang nasabah Bank DKI ingin melakukan pembayaran menggunakan QRIS di sebuah restoran namun gagal, padahal saldo mereka berkurang. Bank DKI perlu bertanggung jawab atas kejadian ini dan harus menyediakan jalur khusus untuk menampung keluhan serta bukti-bukti berkaitan, lalu saldo pelanggan tersebut wajib dikembalikan guna memelihara citra dan integritas Bank DKI dalam pandangan publik,” jelasnya.

Kent juga menekankan pentingnya Bank DKI melaksanakan perawatan sistem secara berkala agar seluruh bagian dari sistem berfungsi optimal. Perawatan pencegahan ini bertujuan untuk mencegah potensi masalah teknis di waktu mendatang.

“Apabila kesalahan tersebut dikarenakan oleh ketidakmampuan sistem dalam mengolah jumlah transaksi besar, sebaiknya pertimbangkan peningkatan pada aspek teknologinya, misalkan dengan memperluas kapasitas server ataupun membenahi sistem keamanan serta fleksibilitasnya sehingga gangguan tak berulang lagi dimasa mendatang. Kemudian amat vital juga buat tetap jaga saluran komunikasi lancar antara pihak bank dan pengguna supaya persoalan bisa terselesaikan secara efisien,” tandasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *