Inilah Sejarah Kerajaan Lamuri: Cikal Bakal Kerajaan Aceh Yang Menghidupkan Islam di Nusantara


Bukan setenarnya seperti Samudera Pasai, Kerajaan Lamuri dikenal sebagai salah satu kerajaan Islam yang menjadi nenek moyang dari Kerajaan Aceh Darussalam.




Koran.my.id hadir di saluran WhatsApp, ikuti dan temukan kabar terkini kita disini.




koran.my.idOnline.com –

Beberapa kerajaan Islam di Aceh ada dalam catatan sejarah Indonesia. Satu di antaranya ialah Kesultanan Lamuri, yang diyakini menjadi asal-usul dari Kerajaan Aceh Darussalam.

Menurut kabar beredar, kesultanan Islam ini telah ada sejak masa abad ke-9 dan menjadi salah satu dari kerajaan Islam terkuno yang ada di Indonesia.

Menurut laporan dari Kompas.com, Kerajaan Lamuri juga dikenal sebagai Lamri atau Lamreh adalah kerajaan terdahulu yang timbul di bagian paling barat Pulau Sumatra. Dikatakan bahwa ia menjadi asal usul bagi Kerajaan Aceh Darussalam. Beberapa pakar menyatakan bahwa Kerajaan Lamuri telah didirikan pada abad ke-8 atau ke-9.

Berdasarkan catatan sejarah Melayu, Lamuri pada mulanya memiliki ciri-ciri Hindu lalu menjadi Islam setelah Kerajaan Samudera namun sebelum kerajaan Pasai. Jika dibandingkan dengan Kesultanan Samudera Pasai serta Aceh Darussalam, Kerajaan Lamuri kurang populer dikarenakan sedikitnya dokumen historis yang bisa dipakai sebagai referensi.

Beberapa sumber historis tentang Kerajaan Lamuri berasal dari dokumen-dokumen luar negeri. Dokumen yang ditulis oleh orang-orang asing merujuk kepada Lamuri menggunakan berbagai nama termasuk Ramni, Lambri, Lamiri, Ilamuridecam, Lan-wu-li, serta Lanli. Demikian juga,
Hikayat Aceh
mengeja Kerajaan Lamuri dengan
l.m.ri.

Berita terkait dengan Lamuri yang paling awal ditemukan berasal dari para penulis asli Arab seperti Ibnu Khordadhbeh (844-848 M), Sulaiman (955 M), Mas’udi (943 M), serta Buzurg bin Shahriar (955 M). Sedangkan laporan termuda tentang hal tersebut datang dari Tiongkok pada tahun 960 M, menyingkapkan jika Lamuri sering jadi titik transit bagi duta-duta Persia saat mereka pergi ke atau kembali dari negeri Cina.

Pada tahun 1025 M, Lamuri sudah berstatus sebagai wilayah jajahan dari Kerajaan Sriwijaya. Ini sejalan dengan data yang ditemukan dalam Prasasti Tanjore (tahun 1030 M), yang mencatat perjalanan militer Rajendracola Dewa I.

Berdasarkan catatan yang dibuat oleh Chau Yu Kwa (yang diterbitkan tahun 1225), terlihat jelas bahwa raja Lamuri masih belum memeluk agama Islam. Selain itu, sang raja dilengkapi dengan dua tempat untuk menerima para tamunya dalam kediamannya kerajaan, serta jika melakukan perjalanan ia biasa naik ataupun dipapah menggunakan gajah.

Di dalam
Kitab Negarakertagama
Disebutkan pula bahwa Lamuri sudah menjadi wilayah jajahan Majapahit.

Penemuan benda-benda bersejarah yang dianalisis oleh pakar-pakar menunjukkan bahwa Kerajaan Lamuri pernah memiliki perdagangan dengan beberapa negeri luar, termasuk China, Vietnam, Thailand, India, dan juga negara-negara di semenanjung Arab.

Hubungan bisnis dengan negara-negara asing itu diperkuat oleh posisi geografisnya yang amat menguntungkan, yaitu terletak pada rute perdagangan global. Berdasarkan laporan-laporan dari sumber-sumber Arab, disebutkan bahwa Lamuri merupakan daerah produsen kapur barus serta sejumlah produk alam lainnya.

Oleh karena itu, Lamuri sering menjadi tempat berlabuh bagi kapal-kapal internasional yang terlibat dalam perdagangan dengan masyarakat setempat. Laksamana Cheng Ho, Marco Polo, serta beberapa tokoh lain dikenal telah berkunjung ke Lamuri.

Dalam laporannya, Laksamana Cheng Ho menyinggung bahwa perjalanan ke Lamuri memerlukan waktu tiga hari dan tiga malam dari Kerajaan Samudera Pasai. Sementara itu, Marco Polo, yang sampai di Pulau Sumatera pada tahun 1292, mencatat bahwa Lamuri berada di bawah kedaulatan Kaisar Tiongkok dan harus memberikan uang tribut secara teratur.

Di penghujungabad ke-15, pusat Kerajaan Lamuri digeser ke Makota Alam (yang sekarang disebut Kuta Alam) lantaran serangan yang berasal dari Pidie. Dari saat itulah, kerajaan ini mulai diidentifikasi dengan nama Kerajaan Makota Alam, sesuai dengan julukan kotasendiriinya.

Ketika itu, Kerajaan Aceh yang berada di pusat kekuasaannya yaitu Darul Kamal, sering disebut juga dengan nama Kerajaan Aceh Darul Kamal. Ke dua kerajaan tersebut, yang selalu berselisih dan tak pernah akur, terbagi oleh aliran sungai Krueng Aceh atau biasa disebut juga Sungai Aceh.

Dalam
Hikayat Aceh
Dikisahkan bahwa konflik antara kedua kerajaan tersebut berakhir saat Raja Syamsu Syah dari Kerajaan Makota Alam menikahkan putranya, Ali Mughayat Syah, dengan putri Raja Darul Kamal. Akan tetapi, pada saat perjalanan membawa mahar perkawinan, terjadi serangan yang merenggut nyawa para pemuka negara serta sang raja, yaitu Raja Darul Kamal.

Akhirnya, Sultan Syamsu Syah mengendalikan kedua kerajaan tersebut. Tahun 1516, anak laki-lakinya, Ali Mughayat Syah, menerima tahta dan mentransfer ibukota kerajaannya ke Banda Aceh. Dari titik itu, kedua wilayah kesultanan yang digabungkan ini mulai dijuluki sebagai Kerajaan Aceh Darussalam.

Meskipun demikian, sejumlah pakar mempunyai perspektif alternatif tentang jatuhnya Kerajaan Lamuri serta alasan dibalik pembentukan Kesultanan Aceh Darussalam. Beberapa opini menunjukkan bahwa kejatuhan Kerajaan Lamuri bertujuan untuk mencegah dominasi bangsa Eropa yang mengontrol perdagangan di Selat Malaka.

Oleh karena itu, kerajaan-kerajaan di Aceh (sama halnya dengan Lamuri) memilih untuk bersatu membentuk sebuah negara yang lebih besar guna menangkal serangan dari kaum kolonial.


Mengalami islamisasi pertama

Kerajaan Lamuri juga dibahas oleh M. Adnan Hanafiah dalam tulisannya dengan judul “Naskah-Naskah pada Zaman Pase” di buku “Pasai Kota Pelabuhan Jalan Sutra: Kumpulan Makalah Diskusi”.

Di sana disebutkan bahwa Lamuri atau Lamiri, beserta Perlak, Samudera, Fasuri, dan Haru, merupakan beberapa negara awal yang menerima Islam di Nusantara. M. Adnan Hanafiah mendiskusikan teori tentang bagaimana agama tersebut masuk ke Nusantara langsung dari Tanah Suci, bukannya melalui Persia atau India.

Menurut M. Adnan, di wilayah Aceh antara abad ke-9 hingga ke-16 Masehi terdapat beberapa kerajaan yaitu Lamuri, Pande, Kuta Alam, serta Darul Kamal. Sementara itu, kerajaan lain seperti Pidie, Pase, dan Peureulak (Perlak) dikelompokkan sebagai bagian “di luar” dari Aceh; sedangkan daerah di sekitar barat Aceh biasa disebut dengan istilah rantau.

Menurut catatan dari M. Adnan, istilah “Aceh” di masa lalu hanya merujuk kepada wilayah saat ini bernama Kabupaten Aceh Besar, dengan pusat pemerintahan di Banda Aceh modern. Lokasi tersebut berada tidak jauh dari Sungai Aceh atau Kuala Aceh.

Dalam catatan yang sama dinyatakan pula bahwa Kerajaan Lamuri sempat diketemui para pedagang Arab sekitar periode 846 hingga 950 Masehi. Istilah untuk menyebut negara tersebut tertulis dengan alfabet Arab dan bisa dibaca menjadi “lamraya”, sedangkan Dr. T. Iskandar memaknainya sebagai “lamri”. Catatan lain menambahkan jika tokoh terkenal Marco Polo turut mengunjungi wilayah ini pada tahun 1292, ketika ia juga mampir ke daerah bernama Samudra Pase atau lebih populer dengan nama Samudera Pasai.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *